Etos Kerja Lelaki (Muslim Sejati)

Ternyata dalam beramal atau melakukan suatu pekerjaan yang baik, tak hanya niat yang diperlukan. Memang sekadar berniat pun sudah diberikan bonus pahala oleh Allah swt, namun akan lebih banyak lagi pahala yang diberikan Allah kalau amalan tadi dikerjakan dengan ikhlas. Dan akan lebih banyak lagi pahalanya kalau dikerjakan sungguh-sungguh hingga tuntas dengan tetap dibarengi keikhlasan.

Tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk menuntaskan suatu amal atau pekerjaan. Rasa malas dan sering menunda-nunda merupakan faktor utama yang membuat tidak lekas selesainya suatu amal. Dengan berbagai alasan yang terkadang dirasionalisasi, suatu amal yang seharusnya dapat tuntas pada deadline yang direncanakan malah terlambat. Namun, menuntaskan suatu amal bukanlah bakat yang hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Dalam bidang apapun, ketuntasan dalam beramal ini dapat dilatih. Dilatih terus- menerus sehingga suatu saat seseorang memiliki habit untuk selalu tuntas dalam beramal.

Dari murottal yang sering kita dengar dan dari lantunan ayat suci Alqur’an di saat shalat berjammaah di masjid, atau dari ayat-ayat yang sering kita baca dalam tilawah dan shalat kita, sudah sering kita dengar ayat yang berbunyi
” faidza farogh tafanshob, waila robbika farghob ”
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”.
Dari ayat ini saja, secara sepintas tanpa membuka tafsir, sudah dapat kita fahami bersama bahwa Islam mengajarkan agar tidak menunda-nunda pekerjaan. Islam juga mengajarkan agar kita bekerja secara sungguh-sungguh secara tuntas.

Dengan tambahan penguatan pada ayat setelahnya yang berbunyi
” wa ilaa robbika farghob ”
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. ”
Dari kedua ayat ini (Q.S. 94:7-8) secara selintas dapat kita fahami bahwa selain bekerja tuntas dan sungguh-sungguh, peran atau keterlibatan dari Allah swt tetaplah harus ditanamkan dalam hati bahwa Allahlah yang pada akhirnya memberikan keputusan atas hasil usaha/ amal atau ikhtiar tersebut.

Maka, sudah dapat membantah image bahwa islam mengajarkan kemalasan dan penerimaan terhadap takdir tanpa ikhtiar yang maksimal dan sungguh-sungguh. Tidaklah demikian. Jikalau di lapangan menunjukkan indikasi demikian, maka yang salah bukanlah islamnya, tapi yang salah adalah oknum orang islam tersebut yang tidak faham, malas atau tidak mau melakukan apa yang benar-benar Islam ajarkan.

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, seorang ulama besar menyatakan bahwa suatu amal perbuatan apapun itu dapat menjadi kebiasaan bila dirintis pengerjaannya. Memakai istilah AA Gym, lakukanlah 3 M; yakni mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil dan mulailah sekarang juga.

Oleh sebab itu, hendaklah setiap muslim menyadari hal ini bahwa setiap amal itu perlu dikerjakan secara tuntas meskipun bertahap dan perlu dirintis sejak sekarang juga. Contoh sederhananya mungkin: kalau ingin jadi penghafal qur’an 30 Juz, sedangkan diri belum lancar baca qur’an maka sejak saat ini perlu merintis memperbaiki bacaan qur’an lalu meningkat ke merutinkan tilawah harian hingga tumbuh kecintaan terhadap qur’an, dilanjutkan dengan tadabbur dengan tetap melanggengkan tilawah rutin hingga tahapan menghafal (tahfidz). Contoh lainnya, bagi yang ingin segera menikah, sudah seyogyanya menyiapkan diri sejak jauh-jauh hari. Mulai dari persiapan ilmu dengan membaca dan mengikuti pelatihan-pelatihan pra nikah. paralel dengan persiapan psikologis dan materil. Mempersiapkan keluarga agar kelak tidak terkejut saat sang anak mengajukan dan persiapan lainnya. Semuanya perlu dirintis hingga sampai pada proporsi ketuntasan layak/ tidaknya segera beramal.

Meskipun kriteria ketuntasan berbeda-beda pada tiap jenjang amal, namun secara tidak sadar itu pun merupakan sarana rintisan untuk beramal tuntas. Wallahu’alam bishowab.

2 thoughts on “Etos Kerja Lelaki (Muslim Sejati)

  1. Setuju akhy ilham.
    Bisa menjadi keterkaitan dengan tulisan antum “ Sabar & Fokus”, bahwa jauh sebelum dan darimana keraguan kita datang dan tampak, Al quran sudah menjawabnya. Menjadi diri yang tidak menunda-nunda waktu untuk sebuah pekerjaan adalah lebih baik ketimbang menimbunnya lalu be solved dalam satu waktu (walau dirasa cukup efektif yang dinilai sebagian orang). Minimal ikhtiar kita dalam pelaksanaan perintah Allah pada ayat tsb sudah terpenuhi.

    Menyoal multi problem dan multi situasi yang kita hadapi mestinya akan membuat kita semakin matang. Tentu jika penyikapanya dibarengi dengan kemampuan efek kecerdasan spiritual yang kita miliki. Penerapannya adalah skala prioritas. Kemampuan memilah-memilih amal atau pekerjaan mana yang harus didahulukan, sort plus minus, baik-buruk, bebet-bobot. Karena sebuah pilihan menentukan nasib kehidupan kita di kemudian hari. (kita hari ini adalah keputusan kita di masa lalu). Sarat dengan campur tangan Tuhan di dalamnya tentunya.

    Ana, antum dan setiap pribadi muslim siapapun akan lebih bisa banyak belajar akan hal ini. Touching spirit, sabar & focus plus ikhlas lalu istiqamah adalah harga mati, axioma dan rumus yang barangkali akan menjadi kunci keberhasilan kita semua.
    Amin y Rabb

Tinggalkan komentar